Friday, September 24, 2004

Jadi Menteri Pendidikan Yuk!

Aku pernah melemparkan wacana ke Ningsih: kenapa orang bule kalo nanya kita kerja apa pake kalimat, "What do you do for living?", sementara orang Melayu seperti kita cenderung menggunakan kalimat, "Kerja dimana?"

Apa itu ada kaitannya dengan internalisasi konsep Melayu, bahwa orang sekolah supaya 'dapet kerja'? Sementara orang Barat terinternalisasi dengan konsep 'liberating education' yang mereka yakini?

Bisa jadi aku mengada-ada, bisa jadi nggak.


Coba, sekarang take a look at ourselves. Apa yang pertama kali dilakukan setelah lulus? Kirim2 CV kan? Pernah nggak kepikir untuk running own business, atau mungkin jadi kordinator tukang koran, atau bentuk-bentuk usaha mandiri lainnya? Pernah nggak?


Mungkin ada yang pernah, dan setelah dielaborate, muncul alasan kurang modal, nggak tau caranya, nggak punya channel/network, nggak ada bakat, et cetera.


Coba sekarang take a look at ourselves. Berapa diantara kita yang bener2 intens nyoba nyari duit while studying? Alasan klasiknya: takut ngganggu kuliah. Lagian ngapain, masih ada yang biayai kok.

Kenapa?


Mass character, education concept, dan social enforcement. Itu menurutku penyebabnya. Dan sialnya, ketiganya saling terkait, saling mempengaruhi dan saling dipengaruhi. Jadi kayak lingkaran setan. Never ending.


Semoga nadanya bukan nada menyesal dan menyalahkan. Kesel sih iya. Gimana nggak kesel, kalau punya pendapat bahwa bangsa ini punya potensi untuk menyelamatkan dan menentukan nasib sendiri, tapi dari waktu ke waktu terbukti bahwa bangsa ini tidak bisa mengaktualisasikan potensi dan tidak berani menanggung resiko atas penentuan nasib sendiri?


Rada nggak nyambung antara alinea di atas dengan yang di atasnya, tapi rasanya kok berhubungan juga. Internalisasi value menggumpal menjadi mass concept yang diyakini kebenaran dan dikuatkan dari waktu ke waktu. Tanpa disadari (atau sebenarnya disadari, tapi udah kadhung ruwet?), mass concept mewarnai konsep dan ide dasar pendidikan dan mempengaruhi subjek dan objek pendidikan.


Tahun demi tahun, dasawarsa demi dasarwarsa. Masalah korupsi dana pendidikan nggak usah dibahas - bikin tambah pusing.


Masih bisa dipahamikah pemahamanku? Sukur kalo masih. Tapi kalo nggak juga nggak papa. Ini cuma pendapat kok, dari seorang Adi, yang nggak punya kuasa apa2 untuk mengubah sistem pendidikan.

Balik lagi ke my major concern now: benerin dasar pemikiran dan sistem pendidikan. Ujung awalnya dari situ, untuk kemudian in longer term, bangsa ini punya human capital yang worthed dan bahkan menjadi self-started, self-regulated engine untuk mengembangkan bangsa ini. Sementara itu disiapkan, patch2 jangka pendek dijalankan secara konsisten. Kalo ada yang ngeyel, sikat. Mirip2 yang dijalanin Mahathir Mohammad 'lah.


Kalo nggak gitu, siapapun yang jadi Presiden, gak akan mampu untuk mengangkat sendirian beban negara ini.


Harus ada yang mikir ke sana.


Akhir2 ini aku sedang sering bermimpi ditelpon SBY dan diminta untuk jadi Menteri Pendidikan.


Hahahahaha……

No comments: