Thursday, October 21, 2004

Sang Pengatur Waktu

Sering merasa kekurangan waktu?

Dulu pernah ada diskusi gebleg tapi menarik:
  1. Semua orang diberi jatah 24 jam sehari. Nggak ada yang kurang, nggak ada yang lebih, even cuma 1 detik.
  2. Hebatnya, ada orang yang bisa mengatur waktu itu sedemikian rupa, sehingga dia bisa memimpin negara, membereskan urusan-urusan maha penting, berharga ratusan bahkan jutaan dolar. Ada juga yang selalu mengeluh kurang waktu, tidak bisa menyelesaikan pekerjaan pada saatnya.
  3. Siapa yang nggak percaya, bahwa Tuhan itu pada saat menciptakan waktu, sudah mempertimbangkan dan mempunyai master plan mengenai bagaimana bumi dan manusia akan menjadi. Artinya, kompleksitas kehidupan masa sekarang, bahkan masa datang, sampai tiba waktunya kiamat, itu sudah diprediksi. Termasuk waktu. Tuhan yakin (dan keyakinan Tuhan itu absolut kan?), bahwa waktu buat manusia akan cukup, serumit apapun hidup dan jamannya.
Lalu kenapa kita sering merasa kekurangan waktu? Apa ada yang mau challenge back ke Tuhan, dan mempertanyakan validitas judgment-Nya mengenai waktu?

Sibuk or not sibuk is just a mind game? Oversimplifikasi ya? Mungkin iya, tapi kalo kenyataannya kejeblos ke masalah kurang waktu, apa lagi coba yang bisa dilakukan supaya bisa solve? Minta waktu? Ke boss or client mungkin bisa, tapi doesn't really solve our problem kan?

Kadang trapped ke situasi dimana manageability kita sangat terbatas, dan yang diperoleh adalah tumpukan pekerjaan yang mungkin 80% diantaranya bukan kita yang set due-datenya, tapi pihak lain, untuk kepentingan lain yang nggak manageable buat kita. Kalo situasinya gitu, terus gimana?

Jadilah Sang Pengatur Waktu. Itu jawaban sederhana, naif, oversimplify things, etc. Tapi rasanya kok nggak sepenuhnya salah. Caranya macem2. Esensinya ada di satu aspek yang 100% manageable buat kita: OUR MIND.

Jadi "sibuk or not sibuk is just a mind game" tidak sepenuhnya non sense.

Wednesday, October 13, 2004

IT oh IT

Semakin terlibat dalam office's ups and downs. Perubahan sudut pandang, dari outsider menjadi insider. Proses itu terjadi lagi. Bedanya banyak. Kalo lihat dari luar, tinggal pake criticism aja. Kalo udah di dalem, musti paham kenapa terjadi, hubungannya gimana dengan aspek lain, kalau diubah impactnya apa, dan gimana caranya.

Typical IT company, night calls, subuh calls, weekend surprises. Pop up problems along the way. Last second changes, perubahan resources, shortage of resources. Dinamis. No matter ada di posisi mana, tapi kalo udah cukup senior, pasti deh, terlibat heavily dalam case-case semacam itu.

Plan yang jangka panjang jadi nomor 2, lebih baik punya kamus/vocab/repository plus guts dan kreativitas untuk bisa solve masalah dengan cepat, cukup akurat. Kalo ternyata salah, perbaiki sambil jalan. Jahit celana sambil jalan - ini pengibaratan yang aku rasakan betul di IT industries. Nggak ada waktu untuk mikir berlama-lama. Kenapa istilahnya ibarat ya? Bukannya iselatan, atau itimur, atau iutara?

Seru juga. Lama2 jadi punya instink untuk gerak cepat, smell problems before occuring. Plannya lebih pas jangka pendek, dan sangat di-drive oleh sales, client needs, project. Komitmen terhadap mobilisasi resources juga gila2an. Jangan harap bisa bikin session in house training, semua orang gitu. Harus ada cara yang lebih kreatif untuk bisa train resources.

Soal rekrut-merekrut juga musti gerak cepat. Cara kayak di manufacturing, bikin annual recruitment plan gitu nggak bisa jalan di IT. Paling bisanya bikin resources forecasting, dari sales plan. Itupun ya tentative. Bisa mengendus kebutuhan resources 2-3 bulan sebelum kejadian sungguh suatu kemewahan. Lebih sering dalam hitungan minggu harus bisa fulfill kebutuhan orang. Kalo nggak bisa, komitmen ke client in danger. Dan karena client adalah raja, udah kebayang dong pressure semua orang terhadap pencapaian target nyari orang itu....

Partisi2 kerjaan tipis. Jump around dari HR, ke Finance, ke Sales, Production, is very frequent. Paling nggak bantu mikir dan cari cara. Kalo ada case urgent, so called management team ngumpul tanpa mikir ini masalah siapa/bagian mana, yang penting solved quickly, with less damage.

Itulah IT. Sejauh yang aku tahu.


Friday, October 08, 2004

Sense of Music

Tadi malem ngajarin Pak Slamet main keyboard. It's Technics, KN 6200. Lumayan featurenya. Suaranya juga lumayan natural. Technics menang tipis deh kalo masalah suara dibanding YAMAHA.

Setelah ngajarin basic feature kayak gimana nyalain, gimana milih2 sound & rythm, gimana fungsi syncro start, intro, ending, fill in, variation, basic single finger chord (C, F, G) kita kebingungan milih lagu apa yang simpel untuk belajar.

Tadinya kepikir Ibu Kita Kartini....:D Tapi Pak Slametnya nggak sreg. Akhirnya.... aku mainkan lagu campursari yang lagi ngetop: Cucak Rowo-nya Didi Kempot (bener nggak sih?). Langsung cocok.

Aku bikinin notasi & chordnya. Ada rythm yang pas banget untuk lagu itu di KN 6200: Chantik nama rythmnya - bentuk akulturasi dan sensitivitas Technics terhadap beat2 lokal.

There he goes..... pertama dia lancarin melodinya. Lumayan punya sense of music gua rasa. Nggak lama udah agak lancar. Tambah rythm sekarang... belum pake chord. Beat diturunin dulu, biar nggak kedodoran. Setelah lancar, single fingered chord mulai main. C, G, F aja dulu, simpel. Biar gampang: C = jempol, G = jenthik, F = telunjuk.

Udah lumayan lancar. Kadang masih kejar2an sama beat, normal buat orang baru. Habis itu, Ibu Kita Kartini aku tulis juga notasi & chordnya. Pergerakan melodinya lebih lebar dikit daripada Cucak Rowo, jadi bisa nglatih fingering melodi.

Nggak kerasa udah jam 1 malem. Capek, istirahat.

Sense of music.....

Dulu, jaman masih SD, memainkan alat musik adalah menghapal nada dan chord. Jadi inget pas ujian Kesenian di SD, pake recorder nyanyi lagu Kemuning. Sibuk mengingat2 nada apa selanjutnya, instead of memahami keseluruhan lagu dan memainkan bagian demi bagian dalam aliran tema lagu.

Jaman SMP, feeling udah mulai terasah. Dapat hadiah pelajar teladan, terus beli gitar. Harganya 25 ribu, udah plus buku lagu2 yang tipis2 itu. Ada chord gitarnya juga.

Otodidak, beberapa bulan. Explorasi makin dalem sampai memahami logika perbedaan chord di masing2 nada dasar. Bukan ngapalin, tapi paham logika dan perbedaan suaranya. Jadi kalo harus beda nada dasar antara pas latihan sama pentas, no problem, tinggal mindah mindset. Nggak ada matinya jadinya. Penyanyinya mau kemana aja bisa ngikutin. Paling impactnya ke fingering di melodinya.

Amazing, kalo membayangkan bagaimana kita dianugerahi talent untuk itu. Sampai sekarang juga masih nggak bisa menjelaskan, bagaimana proses di otak yang mengatur sense of music. Sense of sound harmony, sense of music flow. Gimana penjelasannya bisa mengantisipasi melodi dan chord berdasarkan pemahaman terhadap pattern lagu, even lagu baru yang belum pernah denger. Bagaimana nada 1 (do), itu bisa 'disikapi' dengan chord C, C7, CM7, F, Fm, Dm7, Gsus tergantung dari alur melodinya.

Ada jawaban teknisnya: semua chord itu mengandung nada do. Tapi nggak terus berarti semua chord itu bakal laras waktu diapply. Feeling dan flavour kita yang main pada akhirnya. Sense of harmony, dan flavouring kita terhadap lagu yang kemudian membuat satu lagu bisa dimainkan dengan banyak interpretasi.

So di hari Jumat yang berbahagia ini, hari dimana nanti malem aku bakal balik ke Bali, I thanks Lord - atas sense of music, yang 'rasanya' ada dalam diriku. Moga2 bisa kumanfaatkan untuk membantu orang lain, menajamkan sense of harmony in every aspect of life.