Sunday, October 09, 2011

How will you be remembered? (bye Steve...)

Pada akhirnya, mungkin itu pertanyaan akhir manusia, yang akan menentukan bagaimana dia akan membentuk hidupnya.

Semakin menua, entah kenapa, pertanyaan itu semakin sering muncul dan semakin menuntut jawaban yang jelas dan tegas: How you will be remembered?

Apapun jawabannya, akan menuntut dedikasi, persistensi, komitmen, bahkan keseluruhan hidup seseorang. Begitu jawab yang jelas dan tegas diperoleh, bisa saja seseorang jadi harus merubah keseluruhan cara pandangnya terhadap hidup, terhadap apa yang ingin dilakukannya, apa yang ingin diraihnya, apa yang akan menyita sebagian besar waktu dalam hidupnya.

Rasanya semua orang pernah memikirkan pertanyaan itu, tapi tidak banyak yang bisa menjawabnya dengan jelas dan tegas. Kalaupun dia memiliki jawaban, jawabannya tidak cukup jelas dan tegas untuk dapat mendorong keseluruhan energi dan talenta hidupnya untuk mewujudkannya.

'Harga tebus' dari jawaban yang jelas dan tegas sangat mahal. Jawaban itu akan menjadi sangat menuntut. Dia akan membangunkanmu dari tidurmu, mengetuk pikiranmu setiap saat, meminta untuk dipuaskan.

Orang yang menemukan jawaban akan menjalani hidup yang sehidup-hidupnya hidup. Live life a the fullest. Sebaliknya, orang yang tidak menemukan jawaban cenderung akan hidup di main stream kebanyakan orang. Mencoba satu demi satu jawaban yang dia peroleh dari orang lain. Dan saat orang itu mencapai sesuatu, dia tidak akan bahagia. Dan kemudian dia akan mencari jawaban lain, dari orang lain, dan seterusnya, sampai Tuhan memanggilnya kembali.

Celakanya, kita hidup dalam dunia dogma, itulah mengapa tercipta main stream. Jawaban pertanyaan itu dikelompokkan menjadi jawaban yang benar dan jawaban yang salah. Jawaban yang normal, dan jawaban yang abnormal. Dogma itu terbentuk turun-temurun, dari generasi ke generasi.

Masing-masing budaya memiliki tingkat toleransi yang berbeda-beda dalam memahami dan mentoleransi ragam jawaban. Karenanya, bisa diamati, bahwa ada budaya yang lebih toleran terhadap keberagaman jawaban, dan ada budaya yang lebih kaku menerimanya.

Membayangkan dunia yang lebih toleran terhadap jawaban dari pertanyaan itu, adalah membayangkan dunia yang lebih 'membiarkan' perbedaan cara pandang. Dunia yang kemungkinan besar akan lebih nyaman untuk ditinggali, karena orang diijinkan untuk menjadi seperti yang dia inginkan. Manusia yang dapat menjadi seperti yang dia inginkan, akan menjadi manusia yang maksimal, sedakat mungkin kemaksimalan yang Tuhan berikan kepadanya melalui talenta, karakter, kelebihan, dan ketidaksempurnaannya.




Your time is limited, so don't waste it living someone else's life. Don't be trapped by dogma — which is living with the results of other people's thinking. Don't let the noise of others' opinions drown out your own inner voice. And most important, have the courage to follow your heart and intuition. They somehow already know what you truly want to become. Everything else is secondary.

No comments: