Hingga ke jenjang aktualisasi dirinya yang sudah cukup tinggipun, nampak bahwa TPR masih belajar. Mengikuti pola pikir dan filosofinya sejak 1995, terlihat bahwa beliau masih terus menangkap hal baru dalam pengalaman hidupnya. Ini tercermin dari buku “Triputra Values - Pursuing Dreams Bigger than Ourselves” yang diluncurkan bersamaan dengan ulang tahun Triputra ke-10.
Mengenai people misalnya, dulu beliau tegaskan 2 hal terpenting: character & competence. Sekarang beliau tambah 1 lagi: drive. Semoga bukan karena banyak leader yang dirasa kurang drive-nya.
Walaupun mungkin benar, buktinya, salah satu tema dalam President Message tahun 2008 adalah Operational Excellence. Tahun 2009, muncul tema “Rapih, Rapih, Rapih”. Bukankah salah satu esensi Operational Excellence adalah kerapihan bisnis? Mungkin beliau belum terlalu puas dengan kerapihan manajemen dalam perusahaan2 miliknya.
Kalimat berikut versiku sendiri mengenai pentingnya drive, “Seberapa bagus hasil kerjamu? Jawabannya secara kualitatif selalu seperti ini: tergantung 3 hal: passion, konsistensi, dan pemahaman serta keyakinanmu terhadap tujuan dan bentuk akhir dari hasil kerjamu itu.
Begitu banyak bukti menunjukkan, bahwa kualitas hasil kerja yang buruk, tidak selalu berakar pada ketidakmampuan secara teknis. Ketiga hal tersebut di atas, dalam intensitas yang cukup, akan mendobrak berbagai keterbatasan teknis. Yang sulit jadi mudah, yang berat jadi ringan, yang jauh jadi dekat.
Passion itu kunci mesinmu. Dia menyalakan kemampuan kita.
Konsistensi itu bahan bakar yang akan memampukan kita mencapai tujuan, sejauh apapun.
Pemahaman dan keyakinanmu terhadap tujuan dan bentuk akhir itu GPS, yang akan selalu memandu kita pada arah yang telah ditetapkan.
Terkait dengan karakter seorang leader, ada statement yang menarik dari TPR, “Leader tidak melakukan sesuatu for his/her own glory. Leader melakukan sesuatu for their team’s glory.” Tambahnya, “Seharusnya piramidanya dibalik, dan leader berada di bagian paling bawah piramida.” Mungkin ini bahasa teorinya adalah Servant Leadership (kepemimpinan yang melayani).
Social concern yang besar, tersirat juga pada pernyataannya mengenai bagaimana leader harus bersikap menghadapi anak buah yang kurang kompeten. “Leader yang baik tidak meninggalkan anak buahnya. Leader memberikan kesempatan, memperbaiki, dan mendorong anak buahnya mencapai tujuan.” Beliau membandingkannya dengan model manajemen Barat, yang bahkan memiliki sistem yang ‘secara otomatis’ membuang orang yang tidak perform.
Sebaliknya, mengenai integritas, beliau berkata, “Untuk tindakan yang bertujuan memperkaya diri sendiri, kita tidak perlu memberikan toleransi.” Ketegasan posisinya dalam hal integritas, sangat nyata dan nampak sekali bahwa bagi beliau, hal ini sangat penting dan not negotiable.
Mengenai good corporate governance, beliau menyatakan, “100% atau tidak sama sekali. Kita akan dikenang sebagai orang yang bersih, atau tidak bersih.” Beliau berpendapat bahwa bersih dan tidak bersih adalah sesuatu yang absolut, tidak bersifat berjenjang. Bahwa secara teknis GCG dilaksanakan secara gradual, yes, karena seringkali GCG terkait dengan compliance terhadap peraturan dan menimbulkan efek finansial.
Yang juga menarik adalah motif yang mendasari TPR untuk tetap berkarya setelah selesai di Astra. “Saya akan terus berkarya sampai tidak ada masyarakat Indonesia yang miskin.” Motif yang sudah far beyond economical motives.
Bersyukur punya owner yang memiliki motif pribadi seperti itu. Setidaknya, motif tersebut membuat keputusan yang dibuat cenderung bersifat jangka panjang, mementingkan proses, dan tidak semata-mata mengejar short result yang kadang membuat orang bersikap pragmatis.
Mengenai values, dengan sangat jelas beliau menyatakan bahwa tanggung jawab value building ada di masing-masing business leader. Kalau business leader ‘paranoid’ soal value, dengan cepat value dapat terbentuk. Values dinyatakannya sebagai elemen yang memberikan guideline dalam pencapaian target, a guiding principles. Leaders can make a dramatic changes. Satu orang cukup, untuk membuat perubahan yang luar biasa. Dari situ nampak adanya tuntutan yang luar biasa dari TPR terhadap jajaran leadernya.
Satu statement yang menurutku impresif: angka itu hanya scorecard. Saat kebanyakan pengusaha memandang angka sebagai tujuan akhir, beliau menilai angka sebagai semacam rapor atas excellence kita. Dan itu bukan hanya di level kata-kata. Cukup banyak bukti di masa lalu, yang membenarkan keyakinan beliau tersebut. Betapa beliau mau rugi secara angka, sejauh beliau masih melihat adanya kesungguhan, konsistensi, dan kegigihan dari sebuah organisasi.
Balik lagi, sungguh beruntung punya owner dengan kualitas seperti beliau. Ibaratnya, semua sudah disiapkan, tinggal kita teruskan. Tidak usah susah payah menyamakan hal-hal yang fundamental, yang bisa makan waktu lama dan bahkan bisa membuat chaos dan meruntuhkan organisasi.
Jadi ingat tag line-nya A-Mild. Jadi tua itu pasti, tapi jadi dewasa, itu pilihan. Semoga Tuhan memberikan kebijaksanaan kepada kita semua, agar kita menjadi tua dan dewasa.
Semoga Tuhan memberkati Pak TPR, agar beliau diberi kesehatan dan umur yang panjang, sehingga dapat terus mengabdi buat bangsa dan menjadi mentor bagi kita semua.
1 comment:
saya punya 100 tiket gratis untuk itu. Silahkan kunjungi : Http://arylangga.blogspot.com
Nah..buat rekan-rekan yang ingin hadir, baik yang membaca postingan, ini silahkan registrasi melalui tlp : 021-429 00070 atas nama erna atau kirim sms ke : 0888 426 0063 , ketik : nama, sesi 1/2
Namun jika rekan-rekan tidak dapat hadir forward pesan ini kepada teman yang lainnya.
Post a Comment