Do not expect focus in this blog. It swings from one side to another. It's only about my thoughts.
Thursday, January 20, 2005
Importance of Organization Culture
Pekerjaan semakin banyak, semakin memusingkan. Akhirnya 4 orang saja tidak cukup. 4 menjadi 10. 10 menjadi 100, 100 menjadi 1000, dan seterusnya.
Mendudukkan 4 orang pada satu meja, saling memahami perbedaan sudut pandang, dan kemudian menyepakati jalan tengah mungkin masih mudah. Tapi pada saat organisasi berkembang dan membelah diri menjadi entitas yang cukup besar, mendudukkan lebih banyak orang, saling memahami sudut pandang, dan menyepakati jalan tengah jadi semakin sulit dilakukan.
Perlu tambahan bumbu: leadership & komunikasi.
Untuk menjelaskan arti pentingnya, kembali dulu ke masalah warna individual. Teori psikologi menyebutkan individual differences. Sesuatu yang sangat penting, harus dijaga, dan justru akan memberikan nilai tambah bagi organisasi. Dari situ kemudian muncul formulasi seperti ini: 1 + 1 > 2. Artinya, justru karena individual differences yang di-sinergi-kan akan muncul energi baru yang jumlah gabungannya lebih besar daripada sekedar penjumlahan dari 2 energi.
Ya, benar. Tapi kemudian yang harus diingat adalah bahwa bicara soal organisasi adalah bicara soal common goal, shared vision, belief mengenai sesuatu yang akan mendorong organisasi menuju tujuannya.
Jadi?
Harus ada kombinasi yang pas antara konsep individual differences dengan color of the organization. Tidak bisa juga individual color itu dibiarkan begitu saja tanpa harmoni atau arah warna tertentu. Untuk mengharmoniskan warna2 itulah leadership dan communication vital. Tanpa kedua hal itu, color of the organization akan kalah terhadap tumbuh dan berkembangnya color of individuals.
Utopis, kalau cuma mengandalkan keyakinan dan kepercayaan, bahwa nantinya individual colors itu akan dengan sendirinya berubah dan selaras dengan organization color. Utopis, sekaligus ironis, dan akan berujung pada rasa frustasi, kerena bukannya semakin selaras, tapi semakin bertentangan dan semakin saling menjauh.
Kalau itu yang sudah terlanjur terjadi, apa bisa dilakukan? Mungkin sampai waktu tertentu, organisasi itu masih bisa berfungsi dan mencapai target2 seperti yang disepakati pada awalnya. Tapi akan terlihat bahwa pencapaian2 itu adalah pencapaian2 yang sifatnya individual. Bukan kelompok, apalagi organisasi. Bisa jadi energi yang terpancar dari organisasi masih terlihat besar, tapi arahnya kemana-mana. Tidak fokus dan terarah.
(bersambung kalo masih minat - mau ngejer pesawat)
Tuesday, January 11, 2005
MIT
Monday, January 03, 2005
Kesempatan untuk Hidup
Terlepas atau terikat dari bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh, Sumut, Srilangka, Thailand, India, dan kawasan Asia Selatan lainnya.
Tetap patut bersyukur akan 1 (lagi) tarikan nafas yang telah Dia berikan, sehingga bisa melewati tahun 2004 dengan selamat, dan diberi kesempatan untuk memasuki tahun 2005.
Kesempatan untuk hidup. Konotasi dari kata "kesempatan" dalam kalimat di depan itu adalah: peluang yang diberikan oleh pihak lain, yang pemanfaatannya terserah kepada kita, namun pemberiannya 100% tergantung pada pihak lain yang memberi itu tadi. Sesuatu yang sifatnya bebas terbatas.
Membayangkan apa yang terjadi pada korban gempa bumi & tsunami, mungkin jadi lebih mudah untuk membayangkan bagaimana kesempatan untuk hidup itu murni tergantung pada Sang Pemberi. Satu tarikan nafas sebelumnya masih segar bugar, tentram dan damai. Tarikan nafas berikutnya sudah tergulung ombak maha dahsyat yang sama sekali diluar kemampuan kita untuk bisa mencegahnya. Dan kemudian ditariklah kesempatan untuk hidup itu dari kita.....
Andai boleh dan bisa memilih, maunya gimana? Tetap hidup, atau.... mati?
Rasanya lebih banyak yang ingin tetap hidup. Padahal hidup dan mati bukan sesuatu yang bisa dipilih. Hidup dan mati adalah dikotomi yang lebih bisa diterima daripada dipilih.
Pertanyaan yang sebenarnya lebih relevan, lebih pantas, dan memang bisa dijawab oleh manusia adalah: bagaimana akan menyikapi hidup?
Bagusnya, hidup menawarkan kebebasan. Kebebasan untuk memaknai. Mau dimaknai sebagai sesuatu yang berat, meresahkan, mengkhawatirkan, mencurigakan, mengerikan, menakutkan, penuh dengan tragedi..... silahkan. Mau dimaknai sebagai sesuatu yang indah, cerah, penuh romantisme, ceria, nyaman..... silahkan. Disini konotasi "bebas" dalam kata "bebas terbatas" itu terjelaskan.
Ingin sekali bisa bilang dan mengimani, bahwa cara memaknai hidup, tidak terkait secara langsung dengan kekayaan, kesuksesan, keberpunyaan, yang berhasil diraih. Sementara "diraih"-pun rasanya terlalu sombong. Seolah2 semuanya itu ada karena keberadaan dan usaha kita semata.
Ingin sekali bisa bilang dan mengimani hal itu.
Selamat Tahun Baru 2005!